Skripsi
MULTITAFSIR “ANTARGOLONGAN” DALAM KASUS TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
XMLAnninditha Dhoolvinna Theresaria Soludale: Multitafsir “Antargolongan” dalam Kasus Tindak Pidana Ujaran Kebencian Menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dibimbing oleh: Karolus Kopong Medan sebagai Pembimbing I, Deddy R. Ch. Manafe sebagai Pembimbing II. Pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi dapat dikatakan berada daalam euforia, bebas berbicara tentang apa saja, terhadap siapa pun, dengan cara bagaimana pun terutama di media sosial yang tidak jarang cara maupun muatan pembicaraan bersebrangan dengan etika yang berlaku. Akibat fenomena ini pemerintah membentuk Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, terbentuknya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut menuai polemik karena dianggap mengancam kebebasan berekspresi warga negara, salah satunya terdapat dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Selanjutnya,pada perkembangannya permasalahan muncul terhadap pemaknaan dari kata “antargolongan” yang merupakan salah satu bagian dari kata SARA yang dapat ditafsirkan secara luas dan beragam. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan: (1) Bagaimanakah multitafsir “antargolongan” dalam kasus tindak pidana ujaran kebencian menurut Undangundang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? (2) Bagaimanakah upaya mengatasi multitafsir “antargolongan” dalam kasus tindak pidana ujaran kebencian? Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan lokasi penelitian di Perpustakaan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang diperoleh menggunakan teknik studi kepustakaan. Dari hasil penelitian disimpulkan: (1) Pertimbangan hakim dalam beberapa putusan pengadilan tidak memberikan defenisi yang jelas, Pasal 28 ayat (2) tidak menyebutkan secara jelas dan spesifik mengenai kriteria “antargolongan” pun dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XV/2017 terkesan memperluas makna dari frasa antargologan. (2) Upaya untuk merevisi frasa “antargolongan” dengan frasa lainnya yang lebih jelas maknanya apabila ada kosakata lain yang dapat menyempurnakan pemahaman mengenai isi pasal tersebut. Saran yang diberikan adalah merumuskan setiap produk undang-undang seharusnya melibatkan pakar bahasa agar setiap istilah dalam produk hukum tersebut dapat dimengerti dan dipahami sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baku sehingga dapat menghasilkan produk hukum yang sesuai dengan apa yang di harapkan pemerintah juga masyarakat
Kata Kunci: Multitafsir Antargolongan, Upaya Mengatasi, Tindak Pidana dan Ujaran Kebencian
Detail Information
Item Type | |
---|---|
Penulis |
ANNINDITHA D. T. SOLUDALE - Personal Name
|
Student ID |
1802010451
|
Dosen Pembimbing |
KAROLUS KOPONG MEDAN - 196204221990031001 - Dosen Pembimbing 1
|
Penguji |
Rudepel Petrus Leo - 196406121990031003 - Ketua Penguji
Karolus Kopong Medan - 196204221990031001 - Penguji 1 Deddy R Ch Manafe - 197102141998021001 - Penguji 2 |
Kode Prodi PDDIKTI |
74201
|
Edisi |
Published
|
Departement |
ILMU HUKUM
|
Kontributor | |
Bahasa |
Indonesia
|
Penerbit | UPT Perpustakaan Undana : Kupang., 2023 |
Edisi |
Published
|
Subyek | |
No Panggil |
742.01 SOL M
|
Copyright |
Individu Penulis
|
Doi |