Laporan Penelitian
Kewenangan Penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (Kajian Kritis Berdasarkan Asas Proporsionalitas dan Kepastian Hukum)
XMLPenelitian ini difokuskan pada upaya meninjau kewenangan penyidikan
yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari perspektif asas proporsionalitas
dan teori kepastian hukum. Kewenangan penyidikan dimaksud diatur dalam Pasal
1 angka 1 dan Pasal 9 huruf c UU No. 21 Tahun 2011.
Kajian terhadap masalah, dilakukan menggunakan alur dan cara kerja
penelitian hukum doctrinal tipe pertama dan ketiga dari Terry Hutchinson. Tipe
pertama penelitian hukum dari Hutchinson adalah tipe docrinal research dan tipe
ketiga yakni theoritical research.
Sesuai karakter masalah yang dikaji, maka digunakan dua pendekatan
masalah, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan
pendekatan konseptual. Pendekatan perundang-undangan ditempuh untuk
melakukan analisis terhadap hukum positif yang menjadi dasar kewenangan
penyidikan, termasuk kewenangan penyidikan OJK. Sedangkan pendekatan
konseptual digunakan untuk mengkaji konsep, doktrin, teori, dan filsafat yang
terkait dengan evaluasi dan pembenahan terhadap kewenangan penyidikan OJK.
Penyidikan itu sendiri merupakan proses pro-justitia yang bersifat subpoena
dan berada dalam wilayah penegakan hukum pidana. Dalam konteks due process
of law, maka proses pro-justitia harus bersifat keresmian (formal) dan berpegang
pada prinsip lex scripta, lex certa, dan lex stricta. Lex scripta mengandung
pengertian bahwa hukum harus tertulis. Sedangkan lex certa berarti hukum pidana
harus jelas sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum. Sementara lex
stricta memiliki makna bahwa hukum haruslah diatur secara ketat. Singkatnya,
segala kewenangan yang ada pada aparat penegak hukum tidaklah dapat
diinterpretasikan lain selain dari apa yang tertulis. Ini merupakan
pengejawantahan asas exeptio firmat regulam dan prinsip legal certainty.
Secara logis maupun teoretis, pemberian kewenangan penyidikan kepada
sebuah lembaga administrative (dalam hal ini OJK), mengandaikan beberapa hal.
Pertama, adanya core crime (delik khusus) yang menjadi kompetensi khusus OJK.
Kedua, tersedianya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana
disyaratkan KUHAP. Ketiga, adanya batas-batas yang jelas dan tegas dari
kewenangan tersebut agar tidak tumpang-tindih dengan kewenangan lembaga lain
dalam konteks Integrated Criminal Justice System
Detail Information
Item Type | |
---|---|
Penulis | |
Student ID |
196502061999031002
|
Dosen Pembimbing | |
Penguji | |
Kode Prodi PDDIKTI |
74201
|
Edisi | |
Departement |
Iilmu Hukum
|
Kontributor | |
Bahasa |
Indonesia
|
Penerbit | UPT PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA : Kupang., 2021 |
Edisi | |
Subyek | |
No Panggil |
741.01 HAG K
|
Copyright |
Universitas Nusa Cendana
|
Doi |